Jangan Pernah Menyentuh Bonekaku
Jangan Pernah Menyentuh Bonekaku
Masuk sekolah di pertengahan semester ganjil, kami kedatangan murid baru pindahan dari Sulawesi selatan, venisa namanya. Gadis manis itu satu kelas denganku kelas 7.4 entah mengapa aku bisa menaruh kecurigaan terhadapnya…! Kecurigaan dimulai saat gadis itu selalu memeluk erat dua boneka aneh. Seakan-akan boneka itu sesuatu yang sangat berharga baginya. Saat itu pikiranku mulai ke arah berbau mistis. Waktu aku melihat kejahilan temanku yang berbuat iseng ke barang-barang venisa di kelas, terlintas dalam pikiran jahatku keluar! aku mengikuti keisengan mereka untuk memajang semua benda yang ada di dalam tasnya.
Beberapa macam dan bentuk boneka seukuran genggaman tangan. Mungkin, aku akan bersikap biasa saja kalau memang boneka itu unik. Namun, itu sebaliknya bagiku aku merasakan kengerian bahkan sempat bulu kudukku berdiri.
Apa yang akan terjadi setelah boneka ini dalam kemalangan? aku dan indri mengambil tali tambang, ku ikat semua boneka angker itu di bagian kepalanya, ku ikat di bagian ujung jendela di setiap kelasku. Kami memandang setiap wajah boneka itu ‘apa perasaan gue aja, tapi… terlihat murung’. Aku melamun menatap wajah angker itu seakan-akan memohon kepada kami untuk membebaskan mereka.
“cuy… busyet dah bengong yah lo…” “eng…gga… lo ngerasa gak sih boneka-boneka itu keliatannya sedih banget” kataku gugup. “enggak ah boneka itu emang dah serem dari tadi jadi gak kehilatan mimik muka yang lain selain mengerikan, udah ah lo jangan ngomong kaya gitu lagi, gue merinding nih… udah yuk kita lanjutin tinggal jendela sebelah sana…” ujar indri… tidak mengubris perkataanku.
“be..ner… dri… serem.. lihat aja bentuk bonekanya ada yang tangannya satu.. di mulutnya ada darah… ada yang melotot. udah ah gue takut serem… gue mau jajan aja..” ucap aku terbata-bata. “awas loe kalau loe pergi gue bakal bawa nama loe…” ujar indri. Aku hanya menelan ludah takut akan ancaman indri kepadaku.
Saat kami akan melanjutkan aksi kami tiba-tiba suasana menjadi aneh. Angin bersiur-siur mendatangkan suhu dingin menambahkan suasana mengerikan. ‘ah… gue gak perduli tinggal satu pekerjaan lagi selesai..’ yakin indri. “AAAKKH…” aku teriak kencang, kaget semua boneka itu menyeringai menakutkan. Entah karena aku merasa gugup boneka itu terlihat senyum seperti menikmati apa yang kami lakukan dengan boneka-boneka itu. “BRAAAKK…”. pintu kelas tiba-tiba di dobrak kencang. “AAAKH… apa yang kalian lakukan dengan boneka-bonekaku mereka tidak boleh diganggu, mereka akan balas dendam sama kalian… turunkan… boneka.. boneka.. itu sekarang..!” bentak venisa tapi bentakkan itu semakin membuat indri marah.
“eh orang aneh kalau mau boneka itu kembali, ambil sendiri…! loe punya tangan dan kaki yang bisa loe gerakin sendiri” geram indri. “KELUAR…” Matanya berubah menjadi merah seakan-akan kemarahan boneka itu menjadi satu bergabung dalam kemarahan hati venisa. Indri heboh mengolok-olok venisa dengan sebutan (peri biru). indri hanya ingin tahu apa dia berani marah sama dirinya. Aku juga menahan rasa kengerian ini jangan sampai dia melihat kalau aku benar-benar takut. Bola mata itu semakin merah melotot ke arah kami.
Kami sempat berteriak, ketika itu dia berlari ke kamar mandi sambil membawa dua boneka anjingnya dengan kepala yang sengaja dibentuk bergoyang jika disentuh. Per besi yang digulung melingkar sebagai alat geraknya sengaja dibuat oleh desainernya. Venisa masih menangis berlari kencang ke kamar mandi dengan dipeluk erat dua boneka aneh itu…
“cuy dia nangis… loe sih gue bilang jangan terlalu buat ngerjain ntu orang… gue ngerasa bersalah kejar yuk” ajakku.
“enak aja lo, kok gue sih, ini semua tuh kesalahan kita berdua… ya udah kita kejar dia…” indri menarik tanganku kencang. Berlari di koridor kelas mengejar peri biru itu dan meminta maaf. “Kalau bukan indri teman gue dah gue jitakin ntu orang” pikirku. Dilihat-lihat boneka itu sekilas unik tapi, seperti ingin mengancam kami berdua. jadi ingat omongan peri biru tadi.
“venisa… tunggu-tunggu woy busyet dah pura-pura gak denger…” teriakanku tidak berhasil menghentikan langkah venisa. Kami lelah tidak kuat mengejar gadis aneh itu. Terlalu cepat dia berlari. Lalu, kami berhenti tenang ketika dia menghentikan langkahnya.
Dia hanya menengok ke arah kami, kami yang berhenti mulai menghampirinya sekilas dia tersenyum lebar seperti senyum iblis yang siap menerkam kami…! Dia masuk, yang tidak sengaja kami berhenti di depan toilet perempuan. Indri menyuruhku diam jangan ada suara sekecil pun yang bisa terdengar. Dia ingin mendengar ocehan yang keluar dari mulutnya.
“hiks… hiks… mereka semua jahat padaku, saya gak betah di sekolah ini..” suara tangisnya lumayan kencang membuat guru yang lewat terheran-heran melihat kami, kami yang was was harus bersiap-siap mengeluarkan jurus pamungkas biar tidak terjadi kecurigaan. “sudahlah… kami selalu menjaga tuan putri.. kami tak tega bila sang putri menangis, kelakuan mereka hari ini akan mendapatkan balasannya…” suara aneh menyerupai bapak-bapak dan ibu-ibu.
Membuat kami kaget, kami melihat jelas bahwa dia masuk sendiri dan tidak ada seorang pun ke kamar mandi..! “venisa… loe gak sendirian kan di dalam loe sama siapa..? venisa keluar donk.” Ku panggil dia untuk mengetahui bahwa tidak ada apa-apa di dalam. “EEENGGGRRMMM…” suara geraman binatang buas mengagetkan kami. Membuat kami meninggalkan tempat itu. Sempat bulu romaku merinding rasanya baru kali ini aku merasakan ketakutan mungkin juga sama yang dirasakan oleh indri. Aku yakin, kalau aku tidak salah dengar suara itu. kami menambah volume berlari kami seperti beberapa gerombolan gajah yang dikejar oleh pemburu yang lewat di koridor kelas, sangat mengganggu konsentrasi murid yang sedang belajar! dengan diiringi suara teriakan ketakutan kami.
“AAAKKH… SETAAAN.. SETAAN…” kecepatan kami berlari, melebihi ruang kelas tempat kami belajar, tarikan mengerem pun siap ditancapkan begitu kerasnya “jreeettt…”.
“cuy kelebihan tuh..” sahutku saat berbelok ke arah indri. “iya dis… lebih… belok cuy..” kami berhenti merapikan penampilan kami sebelum masuk ke kelas. Menghilangkan rasa ketegangan dan kegelisahan yang ada pada diri kami, bersikap seperti biasa dengan gaya masuk tetap stay cool… abis.
Namun, indri tidak kuat menahan perasaannya. Tibanya di ambang pintu kelas indri berubah kacau dia menceritakan semua kejadian yang mungkin orang gak akan percaya. “sudah gue sangka pasti akhirnya begini.” Menggelengkan kepala menahan rasa untuk ikut-ikutan dalam ketegangan. Masyarakat kelas 7,4 yang tidak percaya dengan cerita indri ingin membuktikan sendiri dengan mendatangkan venisa ke toilet putri. Kami berdua diam… melemparkan pandangan bingung. Apa yang harus kami lakukan? bagus bila suara itu masih terdengar kalau suara itu sudah berhenti berbicara. Anak-anak akan marah dan menganggap bahwa kami seorang pembohong besar.
Kalau itu benar-benar terjadi itu mencakup nama baik kami di sekolah ini bisa-bisa ketenaran kami bisa dihapus di sekolahan ini.
“oh my goodness… indri.. kita harus ngikutin mereka memastikan apa yang akan terjadi disana.” Indri mengangguk dengan muka sudah kaya orang mau boker. Kami berjalan agak cepat. Ku hantam orang-orang yang ada di depanku agar kami bisa berjalan lebih cepat ke toilet tempat peri biru itu dan dimana nyawa kami akan terancam.
“misi… misi… gue mau lewat.” Kulihat dwi berusaha masuk dan menenangkan venisa.
“dew kita ikut dong, gue sama indri yang bikin dia nangis”.
“gak kalian gak boleh masuk mereka gak mau menerima kalian, mereka hanya mengizinkan dwi masuk.” Sahut venisa setengah meledak dari dalam kamar mandi. Melarang kami masuk.
“udah gue aja yang masuk entar kalau ada apa-apa gue teriak kok.” Kami setuju mempersilahkan dwi masuk, biarkanlah dwi yang menenangkan venisa lagian aku sudah memperingatkan untuk berhati-hati dengan boneka itu.
Kejadian hari ini begitu cepat. Masalah dengan venisa akhirnya bisa terselesaikan juga boneka-boneka itu telah di bakar habis. Saat beberapa siswi melaporkannya ke guru bagian agama islam. Ternyata venisa sudah lama seperti ini saat dia berumur tujuh tahun. Sedangkan venisa masih dalam pengobatan untuk mengusir jin-jin berada di dalam tubuhnya. Lalu, siswa-siswi di persilahkan pulang lebih cepat. Kejadian ini sungguh melelahkan. Merasakan sesuatu yang berbeda yang pernah ku rasakan selama ini. Akhirnya aku dan indri bisa pulang ke rumah dengan tenang.
walaupun hati ini masih berdebar ngeri mengingat kejadian hari ini.
Malam ini begitu sejuk dengan diiringi semilir air hujan ingin rasanya membuka jendela kamar lebar-lebar supaya kesejukan itu berbagi ke dalam ruanganku berharap di langit ada bintang yang bisa ku lihat tapi, langit begitu gelap membuatku sangat takut apa mungkin awan sangat mendung…
“eeehey…” rasanya sedikit kecewa tidak bisa melihat bintang malam hari kali ini.
lalu, “BYUUURRR… DREEESS…” hujan turun sangat deras sepertinya aku harus cepat-cepat menutup jendelanya takut air masuk ke dalam kamar. Kini dingin menusuk ujung kulitku. Kedinginan yang luar biasa membuat bulu kuduku berdiri hebat, ku ambil sweter dengan warna merah kekuning-kuningan dan abu-abu sebagai warna dasarnya, yah lumayan sedikit hangat kurasa…
Tiba-tiba aku mencium bau benda habis terbakar mataku waspada sambil mencari dan mengedus-ngedus benda apa yang ku bakar di dalam kamar ini.
“perasaan gak ada yang gue bakar.” ujarku. Penciumanku tertuju di dalam lemari pakaian. Bau itu sangat menyengat bau gosong!. sempat aku menelan ludah lalu pikiranku mengingat akan kejadian tadi pagi di sekolah. dalam hitungan satu, dua, tiga sambil mata kututup dengan tangan kanan membuka lemari itu, tapi, yang ku temukan hanyalah pakaian-pakaian rapi.
“cuh leganya gue kirain apa.” Belum lama ku merasa lega. Dari arah belakangku terdengar suara hentakan kaki. Tanganku gemetar, keringat dingin bercucuran bersiap untuk lari!! ketika aku menengok ke belakang “aakkkhhh… gak mungkin.. gak mungkin… kenapa boneka-boneka ini bisa kesini padahal kan tadi pagi sudah dibakar habis aaakhhh… aaakkhh… jangan ganggu saya.” Boneka venisa datang ke rumahku. Muka itu lebih buruk bekas kebakar.
Apa yang membuat boneka-boneka itu datang kemari. Aku berlari ke luar kamar mencoba menghindar dari kejaran boneka itu.
“bruuuk…” aku terjatuh dari tangga karena telah menabrak sebuah boneka kayu – duduk di depan tangga dan aku tidak bisa melihatnya. Aku terjatuh, bergelinding dengan hebatnya kepalaku terbentur tembok sehingga darah segar keluar dari pelipisku. Aku mencoba untuk bangun tapi, kakiku tidak bisa digerakkan.
“hihihi…” mereka menertawaiku. Mereka menganggap itu sangat lucu lalu, mereka mencoba untuk mendekatiku.
“pergi… keluar dari rumah ku.” Aku teriak sehingga terdengar suara lengkingan ku di setiap sudut dalam rumah. Mencoba membuat mereka takut, aku berusaha untuk berdiri walau harus dengan kaki kanan yang diseret.
“AAAGH…” aku teriak sambil menuruni anak tangga. Berusaha untuk menggenggam telepon rumah untuk menelpon indri. “gue mesti telfon indri… gue harus tahu apa dia juga didatangi oleh boneka setan venisa.” Pikirku. Aku berjalan dengan kaki kanan yang pincang. Kutekan nomor indri dengan hati berdebar ngeri, merinding, tak karuan.
“iiits… lama bener.” Ujarku kesal.
“ha..llo..” indri menjawab telponku dengan gugup.
“ha..llo… dri… tolongin gue, loe kesini donk, boneka setan itu datang ke rumah gue.”
ujarku gak kalah paniknya ingin rasanya aku menangis sungguh aku merasa takut sekali.
“hallo sama gue juga… kok kita jadi didatengin gini sih, udah muka mereka gosong semua… hiy…”
“terus kita mesti gimana donk, loe kesini sih, gue takut sendirian.” Sahutku berharap boneka itu tak menemukanku.
“gimana caranya! gue ke rumah loe? rumah gue dikunci sama boneka itu, gue berharap boneka itu gak nemuin gue, gue lagi di dalam lemari.” Indri berbicara pelan di telingaku.
“praa…ngggg.” Suara gelas pecah berasal dari belakangku.
“hihihi… maaf.” Aku menoleh ke arah belakang, melihat 2 boneka kayu berukuran besar memecahkan gelas kesayanganku dengan senyuman yang sumringah sambil meminta maaf ke arahku. Membuat aku merinding ngeri.
“AAAGH..” indri teriak. Lalu, suara telpon kami terputus. Aku putus asa apa yang mesti aku lakukan..?
3 hari berlalu…
Sejak kejadian itu, boneka-boneka itu menghilang entah kemana! Yang pasti aku hanya bisa bersyukur atas perginya boneka-boneka setan itu. Siang ini matahari begitu semangatnya menyebarkan cahaya panasnya, ayah dan ibuku pergi keluar untuk membeli keperluan kami, aku sempat di ajak oleh mereka tapi, aku menolaknya lantaran tugas sekolahku belum diselesaikan.
“teng ne… ne.. ne… ne… teng… ne… ne…” suara lagu dari kotak musik mainanku yang kusimpan, berbunyi, aku sempat kaget. Aku mencoba melihat apa yang ada di gudangku sehingga kotak musikku berbunyi. Ku buka pintu gudang itu dan apa yang kau tahu di dalam sana?
“hiy.. hiy.. hiy…” boneka itu menertawaiku. Aku berlari keluar tapi, usahaku sia-sia dan ‘bruuuk’ pintu gudang terkunci aku tekunci di dalam gudang dan kalian tahu apa yang mereka lakukan kepadaku ialah sesuatu yang mengerikan telah terjadi denganku dan indri. dan semua boneka itu tidak akan menghilang sampai mereka benar-benar puas untuk menakuti, menjaili, membuat aku dan indri tidak nyaman berada di rumah dan di sekolah mereka akan selalu terus mengintai dan mengikuti kami berdua. Hingga semua orang yang berada di sekitar aku dan indri menganggap kami gila dengan ocehan bodoh yang terlontar dari mulut kami.
Cerpen Karangan: Zaza Hanifah
Hantu boneka |
Masuk sekolah di pertengahan semester ganjil, kami kedatangan murid baru pindahan dari Sulawesi selatan, venisa namanya. Gadis manis itu satu kelas denganku kelas 7.4 entah mengapa aku bisa menaruh kecurigaan terhadapnya…! Kecurigaan dimulai saat gadis itu selalu memeluk erat dua boneka aneh. Seakan-akan boneka itu sesuatu yang sangat berharga baginya. Saat itu pikiranku mulai ke arah berbau mistis. Waktu aku melihat kejahilan temanku yang berbuat iseng ke barang-barang venisa di kelas, terlintas dalam pikiran jahatku keluar! aku mengikuti keisengan mereka untuk memajang semua benda yang ada di dalam tasnya.
Beberapa macam dan bentuk boneka seukuran genggaman tangan. Mungkin, aku akan bersikap biasa saja kalau memang boneka itu unik. Namun, itu sebaliknya bagiku aku merasakan kengerian bahkan sempat bulu kudukku berdiri.
Apa yang akan terjadi setelah boneka ini dalam kemalangan? aku dan indri mengambil tali tambang, ku ikat semua boneka angker itu di bagian kepalanya, ku ikat di bagian ujung jendela di setiap kelasku. Kami memandang setiap wajah boneka itu ‘apa perasaan gue aja, tapi… terlihat murung’. Aku melamun menatap wajah angker itu seakan-akan memohon kepada kami untuk membebaskan mereka.
“cuy… busyet dah bengong yah lo…” “eng…gga… lo ngerasa gak sih boneka-boneka itu keliatannya sedih banget” kataku gugup. “enggak ah boneka itu emang dah serem dari tadi jadi gak kehilatan mimik muka yang lain selain mengerikan, udah ah lo jangan ngomong kaya gitu lagi, gue merinding nih… udah yuk kita lanjutin tinggal jendela sebelah sana…” ujar indri… tidak mengubris perkataanku.
“be..ner… dri… serem.. lihat aja bentuk bonekanya ada yang tangannya satu.. di mulutnya ada darah… ada yang melotot. udah ah gue takut serem… gue mau jajan aja..” ucap aku terbata-bata. “awas loe kalau loe pergi gue bakal bawa nama loe…” ujar indri. Aku hanya menelan ludah takut akan ancaman indri kepadaku.
Saat kami akan melanjutkan aksi kami tiba-tiba suasana menjadi aneh. Angin bersiur-siur mendatangkan suhu dingin menambahkan suasana mengerikan. ‘ah… gue gak perduli tinggal satu pekerjaan lagi selesai..’ yakin indri. “AAAKKH…” aku teriak kencang, kaget semua boneka itu menyeringai menakutkan. Entah karena aku merasa gugup boneka itu terlihat senyum seperti menikmati apa yang kami lakukan dengan boneka-boneka itu. “BRAAAKK…”. pintu kelas tiba-tiba di dobrak kencang. “AAAKH… apa yang kalian lakukan dengan boneka-bonekaku mereka tidak boleh diganggu, mereka akan balas dendam sama kalian… turunkan… boneka.. boneka.. itu sekarang..!” bentak venisa tapi bentakkan itu semakin membuat indri marah.
“eh orang aneh kalau mau boneka itu kembali, ambil sendiri…! loe punya tangan dan kaki yang bisa loe gerakin sendiri” geram indri. “KELUAR…” Matanya berubah menjadi merah seakan-akan kemarahan boneka itu menjadi satu bergabung dalam kemarahan hati venisa. Indri heboh mengolok-olok venisa dengan sebutan (peri biru). indri hanya ingin tahu apa dia berani marah sama dirinya. Aku juga menahan rasa kengerian ini jangan sampai dia melihat kalau aku benar-benar takut. Bola mata itu semakin merah melotot ke arah kami.
Kami sempat berteriak, ketika itu dia berlari ke kamar mandi sambil membawa dua boneka anjingnya dengan kepala yang sengaja dibentuk bergoyang jika disentuh. Per besi yang digulung melingkar sebagai alat geraknya sengaja dibuat oleh desainernya. Venisa masih menangis berlari kencang ke kamar mandi dengan dipeluk erat dua boneka aneh itu…
“cuy dia nangis… loe sih gue bilang jangan terlalu buat ngerjain ntu orang… gue ngerasa bersalah kejar yuk” ajakku.
“enak aja lo, kok gue sih, ini semua tuh kesalahan kita berdua… ya udah kita kejar dia…” indri menarik tanganku kencang. Berlari di koridor kelas mengejar peri biru itu dan meminta maaf. “Kalau bukan indri teman gue dah gue jitakin ntu orang” pikirku. Dilihat-lihat boneka itu sekilas unik tapi, seperti ingin mengancam kami berdua. jadi ingat omongan peri biru tadi.
“venisa… tunggu-tunggu woy busyet dah pura-pura gak denger…” teriakanku tidak berhasil menghentikan langkah venisa. Kami lelah tidak kuat mengejar gadis aneh itu. Terlalu cepat dia berlari. Lalu, kami berhenti tenang ketika dia menghentikan langkahnya.
Dia hanya menengok ke arah kami, kami yang berhenti mulai menghampirinya sekilas dia tersenyum lebar seperti senyum iblis yang siap menerkam kami…! Dia masuk, yang tidak sengaja kami berhenti di depan toilet perempuan. Indri menyuruhku diam jangan ada suara sekecil pun yang bisa terdengar. Dia ingin mendengar ocehan yang keluar dari mulutnya.
“hiks… hiks… mereka semua jahat padaku, saya gak betah di sekolah ini..” suara tangisnya lumayan kencang membuat guru yang lewat terheran-heran melihat kami, kami yang was was harus bersiap-siap mengeluarkan jurus pamungkas biar tidak terjadi kecurigaan. “sudahlah… kami selalu menjaga tuan putri.. kami tak tega bila sang putri menangis, kelakuan mereka hari ini akan mendapatkan balasannya…” suara aneh menyerupai bapak-bapak dan ibu-ibu.
Membuat kami kaget, kami melihat jelas bahwa dia masuk sendiri dan tidak ada seorang pun ke kamar mandi..! “venisa… loe gak sendirian kan di dalam loe sama siapa..? venisa keluar donk.” Ku panggil dia untuk mengetahui bahwa tidak ada apa-apa di dalam. “EEENGGGRRMMM…” suara geraman binatang buas mengagetkan kami. Membuat kami meninggalkan tempat itu. Sempat bulu romaku merinding rasanya baru kali ini aku merasakan ketakutan mungkin juga sama yang dirasakan oleh indri. Aku yakin, kalau aku tidak salah dengar suara itu. kami menambah volume berlari kami seperti beberapa gerombolan gajah yang dikejar oleh pemburu yang lewat di koridor kelas, sangat mengganggu konsentrasi murid yang sedang belajar! dengan diiringi suara teriakan ketakutan kami.
“AAAKKH… SETAAAN.. SETAAN…” kecepatan kami berlari, melebihi ruang kelas tempat kami belajar, tarikan mengerem pun siap ditancapkan begitu kerasnya “jreeettt…”.
“cuy kelebihan tuh..” sahutku saat berbelok ke arah indri. “iya dis… lebih… belok cuy..” kami berhenti merapikan penampilan kami sebelum masuk ke kelas. Menghilangkan rasa ketegangan dan kegelisahan yang ada pada diri kami, bersikap seperti biasa dengan gaya masuk tetap stay cool… abis.
Namun, indri tidak kuat menahan perasaannya. Tibanya di ambang pintu kelas indri berubah kacau dia menceritakan semua kejadian yang mungkin orang gak akan percaya. “sudah gue sangka pasti akhirnya begini.” Menggelengkan kepala menahan rasa untuk ikut-ikutan dalam ketegangan. Masyarakat kelas 7,4 yang tidak percaya dengan cerita indri ingin membuktikan sendiri dengan mendatangkan venisa ke toilet putri. Kami berdua diam… melemparkan pandangan bingung. Apa yang harus kami lakukan? bagus bila suara itu masih terdengar kalau suara itu sudah berhenti berbicara. Anak-anak akan marah dan menganggap bahwa kami seorang pembohong besar.
Kalau itu benar-benar terjadi itu mencakup nama baik kami di sekolah ini bisa-bisa ketenaran kami bisa dihapus di sekolahan ini.
“oh my goodness… indri.. kita harus ngikutin mereka memastikan apa yang akan terjadi disana.” Indri mengangguk dengan muka sudah kaya orang mau boker. Kami berjalan agak cepat. Ku hantam orang-orang yang ada di depanku agar kami bisa berjalan lebih cepat ke toilet tempat peri biru itu dan dimana nyawa kami akan terancam.
“misi… misi… gue mau lewat.” Kulihat dwi berusaha masuk dan menenangkan venisa.
“dew kita ikut dong, gue sama indri yang bikin dia nangis”.
“gak kalian gak boleh masuk mereka gak mau menerima kalian, mereka hanya mengizinkan dwi masuk.” Sahut venisa setengah meledak dari dalam kamar mandi. Melarang kami masuk.
“udah gue aja yang masuk entar kalau ada apa-apa gue teriak kok.” Kami setuju mempersilahkan dwi masuk, biarkanlah dwi yang menenangkan venisa lagian aku sudah memperingatkan untuk berhati-hati dengan boneka itu.
Kejadian hari ini begitu cepat. Masalah dengan venisa akhirnya bisa terselesaikan juga boneka-boneka itu telah di bakar habis. Saat beberapa siswi melaporkannya ke guru bagian agama islam. Ternyata venisa sudah lama seperti ini saat dia berumur tujuh tahun. Sedangkan venisa masih dalam pengobatan untuk mengusir jin-jin berada di dalam tubuhnya. Lalu, siswa-siswi di persilahkan pulang lebih cepat. Kejadian ini sungguh melelahkan. Merasakan sesuatu yang berbeda yang pernah ku rasakan selama ini. Akhirnya aku dan indri bisa pulang ke rumah dengan tenang.
walaupun hati ini masih berdebar ngeri mengingat kejadian hari ini.
Malam ini begitu sejuk dengan diiringi semilir air hujan ingin rasanya membuka jendela kamar lebar-lebar supaya kesejukan itu berbagi ke dalam ruanganku berharap di langit ada bintang yang bisa ku lihat tapi, langit begitu gelap membuatku sangat takut apa mungkin awan sangat mendung…
“eeehey…” rasanya sedikit kecewa tidak bisa melihat bintang malam hari kali ini.
lalu, “BYUUURRR… DREEESS…” hujan turun sangat deras sepertinya aku harus cepat-cepat menutup jendelanya takut air masuk ke dalam kamar. Kini dingin menusuk ujung kulitku. Kedinginan yang luar biasa membuat bulu kuduku berdiri hebat, ku ambil sweter dengan warna merah kekuning-kuningan dan abu-abu sebagai warna dasarnya, yah lumayan sedikit hangat kurasa…
Tiba-tiba aku mencium bau benda habis terbakar mataku waspada sambil mencari dan mengedus-ngedus benda apa yang ku bakar di dalam kamar ini.
“perasaan gak ada yang gue bakar.” ujarku. Penciumanku tertuju di dalam lemari pakaian. Bau itu sangat menyengat bau gosong!. sempat aku menelan ludah lalu pikiranku mengingat akan kejadian tadi pagi di sekolah. dalam hitungan satu, dua, tiga sambil mata kututup dengan tangan kanan membuka lemari itu, tapi, yang ku temukan hanyalah pakaian-pakaian rapi.
“cuh leganya gue kirain apa.” Belum lama ku merasa lega. Dari arah belakangku terdengar suara hentakan kaki. Tanganku gemetar, keringat dingin bercucuran bersiap untuk lari!! ketika aku menengok ke belakang “aakkkhhh… gak mungkin.. gak mungkin… kenapa boneka-boneka ini bisa kesini padahal kan tadi pagi sudah dibakar habis aaakhhh… aaakkhh… jangan ganggu saya.” Boneka venisa datang ke rumahku. Muka itu lebih buruk bekas kebakar.
Apa yang membuat boneka-boneka itu datang kemari. Aku berlari ke luar kamar mencoba menghindar dari kejaran boneka itu.
“bruuuk…” aku terjatuh dari tangga karena telah menabrak sebuah boneka kayu – duduk di depan tangga dan aku tidak bisa melihatnya. Aku terjatuh, bergelinding dengan hebatnya kepalaku terbentur tembok sehingga darah segar keluar dari pelipisku. Aku mencoba untuk bangun tapi, kakiku tidak bisa digerakkan.
“hihihi…” mereka menertawaiku. Mereka menganggap itu sangat lucu lalu, mereka mencoba untuk mendekatiku.
“pergi… keluar dari rumah ku.” Aku teriak sehingga terdengar suara lengkingan ku di setiap sudut dalam rumah. Mencoba membuat mereka takut, aku berusaha untuk berdiri walau harus dengan kaki kanan yang diseret.
“AAAGH…” aku teriak sambil menuruni anak tangga. Berusaha untuk menggenggam telepon rumah untuk menelpon indri. “gue mesti telfon indri… gue harus tahu apa dia juga didatangi oleh boneka setan venisa.” Pikirku. Aku berjalan dengan kaki kanan yang pincang. Kutekan nomor indri dengan hati berdebar ngeri, merinding, tak karuan.
“iiits… lama bener.” Ujarku kesal.
“ha..llo..” indri menjawab telponku dengan gugup.
“ha..llo… dri… tolongin gue, loe kesini donk, boneka setan itu datang ke rumah gue.”
ujarku gak kalah paniknya ingin rasanya aku menangis sungguh aku merasa takut sekali.
“hallo sama gue juga… kok kita jadi didatengin gini sih, udah muka mereka gosong semua… hiy…”
“terus kita mesti gimana donk, loe kesini sih, gue takut sendirian.” Sahutku berharap boneka itu tak menemukanku.
“gimana caranya! gue ke rumah loe? rumah gue dikunci sama boneka itu, gue berharap boneka itu gak nemuin gue, gue lagi di dalam lemari.” Indri berbicara pelan di telingaku.
“praa…ngggg.” Suara gelas pecah berasal dari belakangku.
“hihihi… maaf.” Aku menoleh ke arah belakang, melihat 2 boneka kayu berukuran besar memecahkan gelas kesayanganku dengan senyuman yang sumringah sambil meminta maaf ke arahku. Membuat aku merinding ngeri.
“AAAGH..” indri teriak. Lalu, suara telpon kami terputus. Aku putus asa apa yang mesti aku lakukan..?
3 hari berlalu…
Sejak kejadian itu, boneka-boneka itu menghilang entah kemana! Yang pasti aku hanya bisa bersyukur atas perginya boneka-boneka setan itu. Siang ini matahari begitu semangatnya menyebarkan cahaya panasnya, ayah dan ibuku pergi keluar untuk membeli keperluan kami, aku sempat di ajak oleh mereka tapi, aku menolaknya lantaran tugas sekolahku belum diselesaikan.
“teng ne… ne.. ne… ne… teng… ne… ne…” suara lagu dari kotak musik mainanku yang kusimpan, berbunyi, aku sempat kaget. Aku mencoba melihat apa yang ada di gudangku sehingga kotak musikku berbunyi. Ku buka pintu gudang itu dan apa yang kau tahu di dalam sana?
“hiy.. hiy.. hiy…” boneka itu menertawaiku. Aku berlari keluar tapi, usahaku sia-sia dan ‘bruuuk’ pintu gudang terkunci aku tekunci di dalam gudang dan kalian tahu apa yang mereka lakukan kepadaku ialah sesuatu yang mengerikan telah terjadi denganku dan indri. dan semua boneka itu tidak akan menghilang sampai mereka benar-benar puas untuk menakuti, menjaili, membuat aku dan indri tidak nyaman berada di rumah dan di sekolah mereka akan selalu terus mengintai dan mengikuti kami berdua. Hingga semua orang yang berada di sekitar aku dan indri menganggap kami gila dengan ocehan bodoh yang terlontar dari mulut kami.
Cerpen Karangan: Zaza Hanifah
Komentar
Posting Komentar